ANALISIS RISIKO BENCANA DI DAERAH WEREF
JAYAPURA UTARA

LANGKAH 1
PEMETAAN WILAYAH

Gambar. Peta daerah teluk Humbolt (Pelabuhan – Weref), Jayapura.

Morfologi kota Jayapura dan sekitarnya berupa perbukitan dan pegunungan dengan material tanah rawa dan bebatuan yang rawan longsor, tingkat kemiringan tanah dengan keadaan geografis kota Jayapura dan sekitarnya berupa perbukitan sangat labil dan mudah longsor setiap kali terjadi hujan lebat.

Dari peta tersebut, dapat dianalisa bahwa daerah Teluk Humbolt (Pelabuhan – Weref), Jayapura berisiko :
1.        Longsor, merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.
2.        Abrasi, merupakan proses pengikisan pantai oleh kekuatan gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Ada yang mengatakan abrasi sebagai erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipengaruhi oleh gejala alami dan tindakan manusia.
3.        Tsunami, merupakan serangkaian gelombang ombak raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.
4.        Angin kencang, merupakan angin dapat berlangsung lebih dari 30 menit bahkan bisa lebih dari satu hari dengan kecepatan rata-rata 20 – 30 knot.

LANGKAH 2
ANALISIS RISIKO BENCANA di TELUK HUMBOLT

No.
VARIABEL
LONGSOR
ABRASI
TSUNAMI
ANGIN
     I. 
       Bahaya





Frekuensi
3
2
2
2

Intensitas
3
2
1
1

Dampak
2
2
3
2

Keluasan
2
2
3
3

Uluran waktu
3
3
1
2

Total
13
12
10
10
                           II.             
Kerentanan





Fisik
3
2
3
2

Social
2
1
1
2

Ekonomi
2
2
1
2

Total
7
5
6
7
                         III.             
Manajemen





Kebijakan
1
2
1
2

Kesiapsiagaan
2
3
2
3

PSM
2
2
2
2

Total
5
7
5
7
NILAI
25
24
21
23

Dari analisis pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa kawasan teluk Humbolt Jayapura, berisiko bencana :
1.      Longsor
2.      Abrasi pantai di daerah Teluk Humbolt
3.      Angin kencang
4.      Tsunami


LANGKAH 3
Pengamanan yang dapat dilakukan untuk mencegah risiko tersebut :
Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.

Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
1)    Penyusunan peraturan perundang – undangan.
2)    Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3)    Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4)    Pembuatan brosur/leaflet/poster.
5)    Penelitian / pengkajian karakteristik bencana.
6)    Pengkajian / analisis risiko bencana.
7)    Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan.
8)    Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana.
9)    Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum.
10)    Pengarus – utamaan PB dalam perencanaan pembangunan

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
1)      Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
2)      Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
3)      Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4)      Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
5)      Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6)      Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.
7)      Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.


DAFTAR PUSTAKA